Pada suatu masa, jutaan tahun ke depan keturunan kita tidak akan bisa
melihat bulan seperti sekarang. Tidak ada lagi fenomena gerhana matahari
ataupun bulan total, kecuali dalam jejak rekam sejarah sains. Lambat,
tetapi pasti bulan semakin bergerak menjauh dari bumi.
Bukan
tanpa alasan Neil Armstrong manusia pertama yang menginjakkan kakinya
di bulan meninggalkan jejak panel reflektor yang terdiri atas 100 cermin
beberapa menit sebelum dia meninggalkan bulan pada 21 Juli 1969.
Reflektor inilah yang kemudian menuntun manusia pada penemuan fakta
mencengangkan
Memanfaatkan reflektor yang tertinggal di bulan,
Prof Carrol Alley, fisikawan dari University of Maryland, Amerika
Serikat, mengamati pergerakan orbit bulan. Caranya adalah dengan
menembakkan laser dari observatorium ke reflektor di bulan. Di luar
dugaan, dari hasil pengamatan tahunan, jarak bumi-bulan yang terekam
dari laju tempuh laser bumi-bulan terus bertambah.
Diperkuat
sejumlah pengamatan di McDonald Observatory, Texas, AS, dengan
menggunakan teleskop 0,7 meter diperoleh fakta bahwa jarak orbit bulan
bergerak menjauh dengan laju 3,8 sentimeter per tahun.
Para ahli
meyakini, 4,6 miliar tahun lalu, saat terbentuk, ukuran bulan yang
terlihat dari bumi bisa 15 kali lipat daripada sekarang. Jaraknya saat
itu hanya 22,530 kilometer, seperduapuluh jarak sekarang (385.000 km).
Seandainya
manusia sudah hidup pada masa itu, hari-hari yang dijalankan terasa
lebih cepat. Hitungan kalender pun bakal berbeda. Bagaimana tidak, jika
dalam sebulan waktu edar mengelilingi bumi hanya 20 hari, bukan 29-30
hari seperti sekarang. Rotasi bumi ketika itu pun berlangsung lebih
cepat, hanya 18 jam sehari.
Jutaan tahun dari sekarang, seiring
dengan menjauhnya bulan, hari-hari di bumi pun akan semakin lama, hingga
mencapai 40 hari dalam sebulan. Hari pun bisa berlangsung semakin lama,
hingga 30 jam. Lantas, mengapa ini bisa terjadi?
Takaho Miura
dari Universitas Hirosaki, Jepang, dalam jurnal Astronomy &
Astrophysics mengemukakan, jika bumi dan bulan, termasuk matahari,
saling mendorong dirinya. Salah satunya, ini dipicu interaksi gaya
pasang surut air laut.
Gaya pasang surut yang diakibatkan bulan
terhadap lautan di bumi ternyata berangsur-angsur memindahkan gaya
rotasi bumi ke gaya pergerakan orbit bulan. Akibatnya, tiap tahun orbit
bulan menjauh. Sebaliknya, rotasi bumi melambat 0,000017 detik per
tahun.
STABILITAS IKLIM
Fakta
menjauhnya orbit bulan ini menjadi ancaman tidak hanya populasi
manusia, tetapi juga kehidupan makhluk hidup di bumi. Pergerakan bulan,
seperti diungkapkan Dr Jacques Laskar, astronom dari Paris Observatory,
berperan penting menjaga stabilitas iklim dan suhu di bumi.
Bulan
adalah regulator iklim bumi. Gaya gravitasinya menjaga bumi tetap
berevolusi mengelilingi matahari dengan sumbu rotasi 23 derajat. Jika
gaya ini tidak ada, suhu dan iklim bumi akan kacau balau. Gurun Sahara
bisa jadi lautan es, sementara Antartika menjadi gurun pasir, ucapnya
kepada Science Channel.
Sejumlah penelitian menyebutkan,
pergerakan bulan juga berpengaruh terhadap aktivitas makhluk hidup.
Terumbu karang, misalnya, biasa berkembang biak, mengeluarkan spora,
ketika air pasang yang disebabkan bulan purnama tiba.
Bulan penuh
juga dipercaya meningkatkan perilaku agresif manusia. Di Los Angeles,
AS, kepolisian wilayah setempat biasanya akan lebih waspada terhadap
peningkatan aktivitas kriminal saat purnama.
Menjauhnya bulan
dari bumi diyakini ahli geologis juga berpengaruh terhadap aktivitas
lempeng bumi. Beberapa ahli telah lama menghubungkan kejadian sejumlah
gempa dengan aktivitas bulan.
Kekuatan yang sama yang menyebabkan
laut pasang ikut memicu terangkatnya kerak bumi, ucap Geoff Chester,
astronom yang bekerja di Pusat Pengamatan Angkatan Laut AS, seperti
dikutip dari National Geographic.
Beberapa kejadian gempa besar
di Tanah Air yang pernah tercatat diketahui juga terkait dengan
pergerakan bulan. Gempa-tsunami Nanggroe Aceh Darussalam (2004), Nabire
(2004), Simeuleu (2005), dan Nias (2005) terjadi saat purnama. Gempa
Mentawai (2005) dan Yogyakarta (2005) terjadi pada saat bulan baru dan
posisi bulan di selatan.
MISI TERBARU NASA
Kini,
bulan sebagai tetangga terdekat bumi kembali menjadi perhatian riset
astronomi di dunia. Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) pada Jumat
(19/6) meluncurkan wahana LCRoS (Lunar Crater Observation and Sensing
Satellite) di Cape Canaveral, AS. Wahana ini adalah bagian dari misi
Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO), yaitu persiapan program
mengembalikan astronot ke bulan tahun 2020 setelah terakhir dilakukan
pada 1969-1972 (Reuters, 18/6).
Sasaran utama misi LCRoS untuk
memastikan ada tidaknya air beku yang dipercaya berada di kawasan kawah
gelap dekat kutub bulan. Dibantu dengan LRO yang memetakan permukaan di
bulan secara detail, kedua misi baru ini mengisyaratkan hal besar:
menancapkan tonggak baru soal kemungkinan membangun koloni di luar bumi!
Namun,
dengan penuh kerendahan hati, Craig Tooley, LRO Project Manager,
mengatakan, Pengetahuan kita tentang bulan secara keseluruhan saat ini
masih minim. Kita punya peta lebih baik tentang Mars, tetapi tidak untuk
bulan kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar