Peradaban Mesir Kuno menyumbangkan papirus sebagai media tulis menulis.
Penggunaan papirus sebagai media tulis menulis ini digunakan pada
peradaban Mesir Kuno pada masa wangsa firaun kemudian menyebar ke
seluruh Timur Tengah sampai Romawi di Laut Tengah dan menyebar ke
seantero Eropa, meskipun penggunaan papirus masih dirasakan sangat
mahal. Dari kata papirus (papyrus) itulah dikenal sebagai paper
dalam bahasa Inggris, papier dalam bahasa Belanda, bahasa Jerman,
bahasa Perancis misalnya atau papel dalam bahasa Spanyol yang berarti kertas.
Tercatat dalam sejarah adalah peradaban China yang menyumbangkan kertas bagi Dunia.
Adalah Tsai Lun yang menemukan kertas dari bahan bambu yang mudah didapat di seantero China pada tahun 101 Masehi. Penemuan
ini akhirnya menyebar ke Jepang dan Korea seiring menyebarnya
bangsa-bangsa China ke timur dan berkembangnya peradaban di kawasan itu
meskipun pada awalnya cara pembuatan kertas merupakan hal yang sangat
rahasia.
Pada akhirnya, teknik pembuatan kertas
tersebut jatuh ketangan orang-orang Arab pada masa Abbasiyah terutama
setelah kalahnya pasukan Dinasti Tang dalam Pertempuran Sungai Talas
pada tahun 751 Masehi dimana para tawanan-tawanan perang mengajarkan
cara pembuatan kertas kepada orang-orang Arab sehingga dizaman
Abbasiyah, muncullah pusat-pusat industri kertas baik di Baghdad maupun
Samarkand dan kota-kota industri lainnya, kemudian menyebar ke Italia
dan India lalu Eropa khususnya setelah Perang Salib dan jatuhnya Grenada
dari bangsa Moor ke tangan orang-orang Spanyol serta ke seluruh dunia.
Penemu
bahan kertas Ts’ai Lun besar kemungkinan sebuah nama yang asing
kedengaran di kuping pembaca. Menimbang betapa penting penemuannya,
amatlah mengherankan orang-orang Barat meremehkannya begitu saja. Tidak
sedikit ensiklopedia besar tak mencantumkan namanya barang sepatah pun.
Ini sungguh keterlaluan. Ditilik dari sudut arti penting kegunaan kertas
amat langkanya Ts’ai Lun disebut-sebut bisa menimbulkan sangkaan
jangan-jangan Ts’ai Lun sebuah figur tak menentu dan tidak bisa
dipercaya ada atau tidaknya. Tetapi, penyelidikan seksama membuktikan
dengan mutlak jelas bahwa Ts’ai Lun itu benar-benar ada dan bukan
sejenis jin dalam dongeng.
Dia seorang pegawai negeri pada
pengadilan kerajaan yang di tahun 105 M mempersembahkan contoh kertas
kepada Kaisar Ho Ti. Catatan Cina tentang penemuan Ts’ai Lun ini
(terdapat dalam penulisan sejarah resmi dinasti Han) sepenuhnya terus
terang dan dapat dipercaya, tanpa sedikit pun ada bau-bau magi atau
dongeng. Orang-orang Cina senantiasa menghubungkan nama Ts’ai Lun dengan
penemu kertas dan namanya tersohor di seluruh Cina.
Tak banyak
yang dapat diketahui perihal kehidupan Ts’ai Lun, kecuali ada menyebut
dia itu orang kebirian. Tercatat pula kaisar teramat girang dengan
penemuan Ts’ai Lun, dan ia membuatnya naik pangkat, dapat gelar
kebangsawanan dan dengan sendirinya jadi cukong. Tetapi, belakangan dia
terlibat dalam komplotan anti istana yang menyeret ke kejatuhannya.
Catatan-catatan Cina menyebut –sesudah dia disepak– Ts’ai Lun mandi
bersih-bersih, mengenakan gaunnya yang terindah, lantas meneguk racun.
Penggunaan
kertas meluas di seluruh Cina pada abad ke-2, dan dalam beberapa abad
saja Cina sudah sanggup mengekspor kertas ke negara-negara Asia. Lama
sekali Cina merahasiakan cara pembikinan kertas ini. Di tahun 751, apa
lacur, beberapa tenaga ahli pembikin kertas tertawan oleh orang-orang
Arab sehingga dalam tempo singkat kertas sudah diprodusir di Bagdad dan
Sarmarkand. Teknik pembikinan kertas menyebar ke seluruh dunia Arab dan
baru di abad ke-12 orang-orang Eropa belajar teknik ini. Sesudah itulah
pemakaian kertas mulai berkembang luas dan sesudah Gutenberg menemukan
mesin cetak modern, kertas menggantikan kedudukan kulit kambing sebagai
sarana tulis-menulis di Barat.
Kini penggunaan kertas begitu umumnya sehingga tak seorang pun sanggup membayangkan bagaimana bentuk dunia tanpa kertas.
Di
Cina sebelum penemuan Ts’ai Lun umumnya buku dibuat dari bambu. Keruan
saja buku macam itu terlampau berat dan kikuk. Memang ada juga buku yang
dibuat dari sutera tetapi harganya amat mahal buat umum. Sedangkan di
Barat –sebelum ada kertas– buku ditulis di atas kulit kambing atau
lembu. Material ini sebagai pengganti papyrus yang digemari oleh
orang-orang Yunani, Romawi dan Mesir. Baik kulit maupun papyrus bukan
saja termasuk barang langka tetapi juga harga sulit terjangkau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar